KEWARGANEGARAAN


            Dalam pengertiannya warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara serta mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama.

            Menurut Daryono Kewarganegaraan adalah isi pokok yang mencakup hak dan kewajiban warga Negara. Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus : Negara ) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga Negara.

          Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warga negara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga negara dengan warga negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah.


            Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dikhususkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara. Dalam pasal 1 UU No. 22/1958 bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.

           Sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 26 UUD NRI 1945 serta sesuai dengan apa yang juga diperitahkan pada ayat 3 pasal tersebut, maka perlu dibentuk suatu undang-undang yang mengatur tentang warga negara dan penduduk. Undang-undang yang berlaku saat ini adalah UU no. 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang terbentuk pada masa berlakunya UUDS RI 1950.  Undang-undang tersebut tetap berlaku hingga saat ini berdasarkan Aturan Peralihan pasal I UUD NRI 1945.

Undang-undang ini pada dasarnya terdiri dari pokok-pokok sebagai berikut   :

1. Mengatur tentang siapa-siapa yang menjadi warga negara RI.
Dalam pasal 1 dapat dilihat bahwa warganegara RI adalah:

a. Orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah warga negara RI.
b. Orang yang lahir dan mempunyai hubungan kekeluargaan dengan ayahnya yang warga negara RI.
c. Anak yang lahir dalam 200 hari setelah ayahnya yang warga negara RI meninggal.
d. Orang yang waktu lahir ibunya adalah warga negara RI, sedang ia tidak mempunyai hubungan kekeluargaan dengan ayahnya.
e. Orang yang waktu lahir ibunya dalah warga negara RI, sedang ayahnya patride atau selama tidak diketahui kewarganegaraan ayahnya.
f. Orang yang lahir di wilayah RI sedang orang tuanya tidak diketahui.
g. Anak yang diketemukan di wilayah RI sedang orang tuanya tidak diketahui.
h. Orang yang lahir di wilayah RI, sedang orang tuanya apatride atau selama kewarganegaraannya tidak diketahui.
i. Orang yang lahir di wilayah RI dan waktu lahirnya mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya, dan selama ia tidak memperoleh kewarganegaraan ayah atau ibunya.
j. Orang memperoleh kewarganegaraan berdasarkan undang-undang ini.

           Dapat disimpulkan bahwa undang-undang ini menganut azas ius sanguinis.  Dianutnya azas ius sanguinis ini dapat kita lihat dalam ketentuan huruf b, c, d, dan e.  Dianutnya azas ius sanguinis juga tercantum dalam Penjelasan Umum dimana disitu tertulis pertimbangan dianutnya azas ius sanguinis“bahwa keturunan dipakai sebagai suatu dasar adalah lazim.  Sudah sewajarnya suatu negara menganggap seorang anak sebagai warga negara di manapun ia dilahirkan, apabila orang tua anak itu warga negara itu“.  Juga tertulis bahwa “dalam hal kewarganegaraan undang-undang ini selalu menganggap selalu ada hubungan hukum kekeluargaan antara anak dan ibu.  Ketentuan ini adalah sesuai dengan paham-paham hukum umumnya berkenaan dengan hukum adat dan hukum kekeluargaan khususnya“. Selain itu terlihat dianutnya azas ius soli secara terbatas yang tercermin dalam ketentuan huruf f, g, h, dan i.

2. Mengatur tentang bagaimana cara memperoleh kewarganegaraan.
Dalam undang-undang ini dapat kita lihat beberapa cara memperoleh kewarganegaraan RI, yaitu:

a. Karena kelahiran
Kelahiran sebagai dasar dalam memperoleh status kewarganegaraan adalah sudah menjadi hal yang umum dalam permasalahan kewarganegaraan.  Hal ini sesuai dengan azas ius sanguinis. Kewarganegaraan ini diperoleh karena mengikuti staus kewarganegaraan orang tuanya. Bila ada hubungan hukum kekeluargaan anara anak dengan ayahnya, maka ayah yang akan menentukan kewarganegaraan anaknya (Pasal 1 huruf b dan c), kecuali jika ayah tidak dapat menentukan kewarganegaraan anaknya karena ia tidak mempunyai kewarganegaraan atau karena kewarganegaraannya tidak diketahui. Apabila tidak ada hubungan hukum kekeluargaan antara anak dan ayah, maka yang menentukan kewarganegaraan itu adalah ibunya (pasal 1 huruf d).

b. Karena pengangkatan
   Dapat kita lihat dalam pasal 2 yang menyebutkan antara lain:
-  anak yang diangkat adalah anak orang asing yang pada saat diangkat belum berumur 5 tahun.
-   pengangkatan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi orang tua yang mengangkat.  Sekarang ini pengangkatan anak harus dengan penetapan Pengadilan Negeri, tidak cukup dengan akte notaris sebagaimana diatur dalam SEMA no. MA/Pbem/0294/1979 tanggal 7 April 1979.
-   adanya penetapan Pengadilan Negeri yang mengesahkan pengangkatan anak tersebut ditetapkan dalam tenggang waktu 1 tahun sesudah pengangkatan dilakukan.

c. Karena permohonan
   Dapat kita lihat dalam pasal 3 dan 4.  Pasal 3 menyebutkan antara lain :

-   anak yang mengikuti status warga negara ayahnya yang orang asing akibat perceraian oleh hakim diserahkan kepada asuhan ibunya yang warga negara RI, boleh mengajukan permohonan apabila setelah memperoleh kewarganegaraan Indonesia tidak mempunyai kewarganegaraan lain.
-   permohonan dalam 1 tahun sejak anak tersebut berusia 18 tahun diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan Negeri atau Perwakilan RI dari tempat tinggalnya.
-  Pengabulan atau penolakan pewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan Menteri dan berlaku pada tanggal keputusan Menteri Kehakiman.
Sedangkan dalam pasal 4 diatur tentang :
-   orang asing yang lahir dan bertempat tinggal di Indonesia yang ayah atau ibunya juga lahir dan tinggal di Indonesia serta orang tersebut tidak mempunyai hubungan kekeluargaan dengan ayahnya dapat mengajukan permohonan pewarganegaraan kepada Menteri Kehakiman.
-   permohonan diajukan dalam 1 tahun sejak orang tersebut berusia 18 tahun.
-   pengabulan atau penolakan pewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan Menteri dan berlaku pada tanggal keputusan Menteri Kehakiman.

d.  Karena naturalisasi
     Naturalisasi dapat diberikan dengan 2 cara, yaitu karena permohonan atau karena diberikan oleh pemerintah.  Dapat dilihat dalam pasal 5 dan 6.

Pasal 5 mengatur tentang:
-  pengaturan tentang naturalisasi karena permohonan.
-  syarat-syarat mengajukan permohonan pewarganegaraan.
-  pemohonan diajukan  kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan Negeri atau Perwakilan RI dari tempat tinggalnya.
-  pengabulan atau penolakan pewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan Menteri dan berlaku pada tanggal keputusan Menteri Kehakiman setelah mengucapkan sumpah dan janji setia.
-  bila permohonan pewarganegaraan ditolak dapat mengajukan kembali.

Sedangkan dalam pasal 6 diatur tentang:
-  pengaturan tentang naturalisasi karena diberikan pemerintah.
-  pewarganegaraan diberikan dengan alasan untuk kepentingan negara atau telah berjasa kepada negara oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

e. Karena perkawinan
Ada dua cara pewarganegaraan bagi seorang isteri yang berstatus sebagai orang asing agar dapat menjadi warga negara mengikuti suaminya, yaitu dengan cara aktif dan cara pasif. Memperoleh secara aktif terlihat dari ketentuan  dalam pasal 7 ayat (1). Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pewarganegaraan dengan cara ini, yaitu:

- adanya perkawinan yang sah.
- pada saat menikah isteri berstatus sebagai orang asing dan suaminya berstatus warga negara Indonesia.
- dalam 1 tahun si isteri mengajukan pernyataan keterangan memperoleh kewarganegaraan RI kepada Pengadilan Negeri atau Perwakilan RI di luar negeri.
- si isteri mempunyai bukti bahwa dengan memperoleh kewarganegaraan RI ia tidak mempunyai kewarganegaraan lain yaitu surat keterangan dari perwakilan negara asalnya.
-   dalam satu tahun sesudah menikah suaminya tidak melepaskan kewarganegaraan RI. Hal ini berkaitan dengan ketentuan bahwa dengan perkawinan tersebut si suami berhak untuk melepaskan kewarganegaraan RI (apabila ketentuan dari negara isterinya membenarkan) untuk menjadi warga negara asing mengikuti isteri.
Sedangkan mengenai cara memperoleh secara pasif dapat dilihat dalam ketentuan pasal 7 ayat (2) dan pasal 9 ayat (1).  Pasal 7 ayat (2) ditujukan kepada wanita asing yang kawin dengan pria warga negara Indonesia,  tetapi dalam 1 tahun sesudah perkawinannya tidak aktif menyatakan keterangan memperoleh kewarganegaraan RI kepada Pengadilan Negeri.  Untuk itu diperlukan syarat-syarat :
-  wanita tersebut adalah orang asing.
-  dalam 1 tahun sesudah kawin suaminya tidak menyatakan keterangan melepaskan kewarganegaraan RI.
-  wanita tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan lain apabila memperoleh kewarganegaraan Indonesia.

Sedangkan pasal 9 ayat (1) ditujukan kepada wanita asing yang turut memperoleh kewarganegaraan RI karena suaminya memperoleh kewarganegaraan RI.  Dalam hal ini persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
-  adanya perkawinan yang sah antara pria asing dan wanita asing, sahnya perkawinan berdasarkan hukum negara asalnya atau dilakukan dengan peraturan perundang-undangan Indonesia.
-  wanita bersangkutan tidak mempunyai kewarganegaraan lain apabila memperoleh kewarganegaraan RI dibuktikan dengan surat keterangan dari negara asalnya.

f. Karena kedudukan anak dalam hal kewarganegaraan.
     Dalam pasal 13 ayat (1) dan (2) diatur bahwa kewarganegaraan RI yang diperoleh oleh sang ayah (bagi anak yang sah) dan yang diperoleh dari seorang itu (bagi anak luar kawin atau anak sah yang ayahnya telah meninggal dunia sebelum ibunya memperoleh kewarganegaraan RI dengan jalan naturalisasi) berlaku juga pada anak-anak yang pada saat kewarganegaraan itu diperoleh belum berumur 18 tahun. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan hal ini adalah:
-  anak tersebut belum berumur 18 tahun
-  bertempat tinggal dan berada di Indonesia hingga berumur 18 tahun, hal ini hendaknya dibuktikan dengan dokumen yang sah yang ia miliki.
-  atau boleh saja bertempat tinggal dan berada di luar Indonesia dengan ketentuan anak tersebut akan atau menjadi stateless (tanpa kewarganegaraan) jika tidak memperoleh kewarganegaraan RI mengikuti orang tuanya.

g. Karena pernyataan
   Mengenai hal ini dapat kita lihat pada ketentuan pasal 7 ayat (1) yang mengatur tentang wanita asing yang menikah dengan pria yang berstatus warga negara Indonesia dapat menjadi warga negara apabila dalam satu tahun menyatakan keterangan untuk itu.

3.   Mengatur tentang bagaimana cara kehilangan kewarganegaraan RI.
     Kehilangan kewarganegaraan dapat terjadi secara aktif dan secara pasif.   Berikut akan dijelaskan:

a.   Kehilangan kewarganegaraan secara aktif
Adalah kehilangan kewarganegaraan karena pernyataan dari orang yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam pasal   :
  - pasal 8 bagi seorang wanita warga negara RI yang kawin dengan orang asing menyatakan keterangan melepaskan kewarganegaraan RI dalam 1 tahun sesudah perkawinan itu dilangsungkan.
  -  pasal 12 bagi seorang wanita yang menjadi warga negara RI karena mengikuti suami, tetapi setelah putusnya perkawinan ia menyatakan melepaskan kembali kewarganegaraan RI dalam satu tahun setelah putusnya perkawinan.
  -  pasal 14 bagi seorang anak yang menjadi warga negara RI mengikuti orang tuanya, tetapi setelah berumur 21 tahun ia menyatakan keterangan melepaskan kembali kewarganegaraan RI, pernyataan melepaskan kembali berlaku apabila ia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

b.   kehilangan kewarganegaraan secara pasif.
     Adalah kehilangan kewarganegaraan tanpa harus menyatakan seseorang akan kehilangan kewarganegaraan RI apabila ada peristiwa atau terjadinya peristiwa atau perbuatan hukum tertentu.  Diatur dalam ketentuan  :
  -  pasal 9 ayat (2) bagi wanita dalam status perkawinan yang suaminya kehilangan kewarganegaraan RI.
  -  pasal 18 bagi anak-anak yang belum berumur 18 tahun pada saat orang tuanya kehilangan kewarganegaraan RI.
  -  hal-hal yang diatur dalam ketentuan pasal 17.

4.   Mengatur bagaimana cara memperoleh kembali kewarganegaraan RI.
    Mengenai hal ini diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:

a. pasal 11 yang menetapkan bahwa seorang yang kehilangan kewarganegaraan RI karena perkawinan dapat memperoleh kembali kewarganegaraan RI apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  - mempunyai bukti atau indikasi pernah menjadi warga negara RI
  - perkawinannya telah terputus baik karena perceraian atau karena kematian suami.
  - menyatakan keterangan memperoleh kewarganegaraan RI di luar negeri dalam satu tahun sesudah terputusnya perkawinan.
  - mempunyai bukti bahwa wanita tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan lain apabila memperoleh kembali kewarganegaraan RI.

b.   pasal 16 yang menetapkan bahwa seorang anak yang kehilangan kewarganegaraan RI sebelum 18 tahun karena turut orang tuanya dapat memperoleh kembali kewarganegaraan RI apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut   :
  - mempunyai bukti atau indikasi pernah menjadi warga negara RI.
  - menyatakan keterangan kepada Pengadilan Negeri dalam satu tahun sesudah berumur 18 tahun.
-  mempunyai bukti bahwa dengan memperoleh kembali  kewarganegaraan RI tidak mempunyai kewarganegaraan lain.

c. pasal III Peraturan Peralihan bagi seorang wanita warga negara RI yang kawin dengan orang asing sebelum 27-12-1949 (yang kehilangan kewarganegaraan RI karena pasal 10 (PPPWN) dapat memperoleh kembali kewarganegaraan RI apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut   :
  - mempunyai bukti atau indikasi pernah menjadi warga negara  RI.
  - perkawinannya telah terputus karena perceraian atau kematian suami.
  - menyatakan keterangan  memperoleh kembali kewarganegaraan RI kepada Pengadilan Negeri dalam satu tahun setelah perkawinannya terputus.
  - mempunyai bukti bahwa dengan memperoleh kembali kewarganegaraan RI tidak mempunyai kewarganegaraan lain.

d. Pasal V Peraturan Peralihan bagi orang-orang yang telah ditolah/turut dalam penolakan kebangsaan Indonesia pada masa opsi atau repudiasi antara 27-12-1949 sampai dengan 27-12-1951.  Tetapi pasal ini untuk  masa sekarang tidak dapat digunakan lagi karena waktu yang telah habis, yaitu dalam waktu 1 tahun sesudah berlakunya UU no. 62 Tahun 1958.

e. Pasal 18 jo pasal 1 UU no. 3 Tahun 1976 yang menetapkan bahwa orang-orang yang pernah menjadi warga negara RI tetapi kehilangan kewarganegaraan RI berdasarkan pasal 17 huruf k UU no. 62 Tahun 1958 (tidak pernah melaporkan ke perwakilan RI selama berada di luar negeri) dapat menjadi warga negara apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  - mempunyai bukti atau indikasi pernah menjadi warga negara RI.
  - mempunyai bukti kehilangan kewarganegaraan RI berdasarkan pasal 17 huruf k UU no. 62 Tahun 1958.
  - berada di Indonesia berdasarkan KIM (sekarang berubah menjadi KITAB)
  - menyatakan keterangan kepada Pengadilan Negeri dalam satu tahun sesudah berada di Indonesia.

Hak dan Kewajiban Warga Negara
Dalam konteks Indonesia, hak warga negara terhadap negara telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD 1945. Diantaranya hak asasi manusia yang rumusan lengkapnya tertuang dalam pasal 28 UUD gubahan kedua.

Sedangkan contoh kewajiban yang melekat bagi setiap warganegara antara lain kewajiban membayar pajak sebagai kontrak utama antara negara dengan warga, membela tanah air (pasal 27), membela pertahanan dan keamanan negara (pasal 29), menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi pembatasan yang tertuang dalam peraturan (pasal 28 J),dan sebagainya.

Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warganegara adalah terlibatnya warga secara langsung ataupun perwakilan dalam saetiap perumusan dan kewajiban tersebut sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri.


Hak Asasi Manusia

            Hak asasi manusia adalah hak mutlak sejak awal manusia dilahirkan dan selalu melekat sampai kapan pun. Sedangkan hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemerintah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara. Sebagai manusia kita harus menjunjung tinggi nilai dari hak asasi tersebut, tanpa melihat status, jabatan, golongan tertentu.
            Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:
Undang – Undang Dasar 1945
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).
Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.
Berikut adalah beberapa contoh pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia:
1. PELANGGARAN HAM OLEH TNI
            Umumnya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Suharto, dimana (dikemudian hari berubah menjadi TNI dan Polri) menjadi alat untuk menopang kekuasaan. Pelanggaran HAM oleh TNI mencapai puncaknya pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, dimana perlawanan rakyat semakin keras.
2. PELANGGARAN HAM OLEH MANTAN GUBERNUR TIM-TIM

            Abilio Jose Osorio Soares, mantan Gubernur Timtim, yang diadili oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) ad hoc di Jakarta atas dakwaan pelanggaran HAM berat di Timtim dan dijatuhi vonis 3 tahun penjara. Sebuah keputusan majelis hakim yang bukan saja meragukan tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar apakah vonis hakim tersebut benar-benar berdasarkan rasa keadilan atau hanya sebuah pengadilan untuk mengamankan suatu keputusan politik yang dibuat Pemerintah Indonesia waktu itu dengan mencari kambing hitam atau tumbal politik. Beberapa hal yang dapat disimak dari keputusan pengadilan tersebut adalah sebagai berikut ini.

Pertama, vonis hakim terhadap terdakwa Abilio sangat meragukan karena dalam Undang-Undang (UU) No 26/2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 37 (untuk dakwaan primer) disebutkan bahwa pelaku pelanggaran berat HAM hukuman minimalnya adalah 10 tahun sedangkan menurut pasal 40 (dakwaan subsider) hukuman minimalnya juga 10 tahun, sama dengan tuntutan jaksa. Padahal Majelis Hakim yang diketuai Marni Emmy Mustafa menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dengan denda Rp 5.000 kepada terdakwa Abilio Soares.

Bagi orang yang awam dalam bidang hukum, dapat diartikan bahwa hakim ragu-ragu dalam mengeluarkan keputusannya. Sebab alternatifnya adalah apabila terdakwa terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAM berat hukumannya minimal 10 tahun dan apabila terdakwa tidak terbukti bersalah ia dibebaskan dari segala tuduhan.
Kedua, publik dapat merasakan suatu perlakuan “diskriminatif” dengan keputusan terhadap terdakwa Abilio tersebut karena terdakwa lain dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim dari anggota TNI dan Polri divonis bebas oleh hakim. Komentar atas itu justru datang dari Jose Ramos Horta, yang mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kemungkinan hanya rakyat Timor Timur yang akan dihukum di Indonesia yang mendukung berbagai aksi kekerasan selama jajak pendapat tahun 1999 dan yang mengakibatkan sekitar 1.000 tewas. Horta mengatakan, “Bagi saya bukan fair atau tidaknya keputusan tersebut. Saya hanya khawatir rakyat Timor Timur yang akan membayar semua dosa yang dilakukan oleh orang Indonesia”
Dari fakta dan paparan contoh-contoh pelanggaran HAM di atas dapat diketahui hahwa HAM di Indonesia masih sangat memperiatinkan. HAM yang diseru-serukan sebagai Hak Asasi Manusia yang paling mendasarpun hanya menjadi sebuah wacana dalam suatu teks dan implementasinya pun (pengamalannya) tidak ada. banyak HAM yang secara terang-terangan dilanggar seakan-akan hal tersebut adalah sesuatu yang legal.
Sangat minimnya penegakan HAM di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Telah terjadi krisis moral di Indonesia
2. Aparat hukum yang berlaku sewenang-wenang
3. Kurang adanya penegakan hukum yang benar.
Dan masih banyak sebab-sebab yang lain.

Referensi:
Cai.elearning.gunadarma.ac.id/webbasedmedia