Dalam
pengertiannya warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari
suatu penduduk yang menjadi unsur negara serta mengandung arti peserta, anggota
atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang
didirikan dengan kekuatan bersama.
Menurut Daryono Kewarganegaraan adalah isi pokok
yang mencakup hak dan kewajiban warga Negara. Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu
(secara khusus : Negara ) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam
kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga
Negara.
Salah
satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warga
negara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang
bersangkutan dapat dibedakan dari warga negara dengan warga negara lain.
Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah
satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius
sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang
mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius
sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah.
Dalam
konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26)
dikhususkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan
undang-undang sebagai warga negara. Dalam pasal 1 UU No. 22/1958 bahwa warga
negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan
perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan
yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara
Republik Indonesia.
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 26 UUD NRI
1945 serta sesuai dengan apa yang juga diperitahkan pada ayat 3 pasal tersebut,
maka perlu dibentuk suatu undang-undang yang mengatur tentang warga negara dan
penduduk. Undang-undang yang berlaku saat ini adalah UU no. 62 Tahun 1958
Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang terbentuk pada masa berlakunya
UUDS RI 1950. Undang-undang tersebut tetap berlaku hingga saat ini
berdasarkan Aturan Peralihan pasal I UUD NRI 1945.
Undang-undang ini
pada dasarnya terdiri dari pokok-pokok sebagai berikut :
1. Mengatur tentang siapa-siapa yang menjadi
warga negara RI.
Dalam pasal 1 dapat dilihat bahwa warganegara RI
adalah:
a. Orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak
Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah warga negara RI.
b. Orang yang lahir dan mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan ayahnya yang warga negara RI.
c. Anak yang lahir dalam 200 hari setelah
ayahnya yang warga negara RI meninggal.
d. Orang yang waktu lahir ibunya adalah warga
negara RI, sedang ia tidak mempunyai hubungan kekeluargaan dengan ayahnya.
e. Orang yang waktu lahir ibunya dalah warga
negara RI, sedang ayahnya patride atau selama tidak diketahui kewarganegaraan
ayahnya.
f. Orang yang lahir di wilayah RI sedang orang
tuanya tidak diketahui.
g. Anak yang diketemukan di wilayah RI sedang
orang tuanya tidak diketahui.
h. Orang yang lahir di wilayah RI, sedang orang
tuanya apatride atau selama kewarganegaraannya tidak diketahui.
i. Orang yang lahir di wilayah RI dan waktu
lahirnya mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya, dan selama ia tidak
memperoleh kewarganegaraan ayah atau ibunya.
j. Orang memperoleh kewarganegaraan berdasarkan
undang-undang ini.
Dapat disimpulkan bahwa undang-undang
ini menganut azas ius sanguinis. Dianutnya azas ius sanguinis
ini dapat kita lihat dalam ketentuan huruf b, c, d, dan e. Dianutnya azas
ius sanguinis juga tercantum dalam Penjelasan Umum dimana disitu tertulis
pertimbangan dianutnya azas ius sanguinis“bahwa keturunan dipakai sebagai
suatu dasar adalah lazim. Sudah sewajarnya suatu negara menganggap
seorang anak sebagai warga negara di manapun ia dilahirkan, apabila orang tua
anak itu warga negara itu“. Juga tertulis bahwa “dalam hal
kewarganegaraan undang-undang ini selalu menganggap selalu ada hubungan hukum
kekeluargaan antara anak dan ibu. Ketentuan ini adalah sesuai dengan
paham-paham hukum umumnya berkenaan dengan hukum adat dan hukum kekeluargaan
khususnya“. Selain itu terlihat dianutnya azas ius soli secara terbatas
yang tercermin dalam ketentuan huruf f, g, h, dan i.
2. Mengatur tentang bagaimana cara memperoleh
kewarganegaraan.
Dalam undang-undang ini dapat kita lihat beberapa
cara memperoleh kewarganegaraan RI, yaitu:
a. Karena kelahiran
Kelahiran sebagai dasar dalam memperoleh status
kewarganegaraan adalah sudah menjadi hal yang umum dalam permasalahan
kewarganegaraan. Hal ini sesuai dengan azas ius sanguinis.
Kewarganegaraan ini diperoleh karena mengikuti staus kewarganegaraan orang
tuanya. Bila ada hubungan hukum kekeluargaan anara anak dengan ayahnya, maka
ayah yang akan menentukan kewarganegaraan anaknya (Pasal 1 huruf b dan c),
kecuali jika ayah tidak dapat menentukan kewarganegaraan anaknya karena ia
tidak mempunyai kewarganegaraan atau karena kewarganegaraannya tidak diketahui.
Apabila tidak ada hubungan hukum kekeluargaan antara anak dan ayah, maka yang
menentukan kewarganegaraan itu adalah ibunya (pasal 1 huruf d).
b. Karena pengangkatan
Dapat kita lihat dalam pasal 2
yang menyebutkan antara lain:
- anak yang diangkat adalah anak orang
asing yang pada saat diangkat belum berumur 5 tahun.
- pengangkatan dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi orang tua yang
mengangkat. Sekarang ini pengangkatan anak harus dengan penetapan
Pengadilan Negeri, tidak cukup dengan akte notaris sebagaimana diatur dalam
SEMA no. MA/Pbem/0294/1979 tanggal 7 April 1979.
- adanya penetapan Pengadilan
Negeri yang mengesahkan pengangkatan anak tersebut ditetapkan dalam tenggang
waktu 1 tahun sesudah pengangkatan dilakukan.
c. Karena permohonan
Dapat kita lihat dalam pasal 3 dan
4. Pasal 3 menyebutkan antara lain :
- anak yang mengikuti status warga
negara ayahnya yang orang asing akibat perceraian oleh hakim diserahkan kepada
asuhan ibunya yang warga negara RI, boleh mengajukan permohonan apabila setelah
memperoleh kewarganegaraan Indonesia tidak mempunyai kewarganegaraan lain.
- permohonan dalam 1 tahun sejak
anak tersebut berusia 18 tahun diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui
Pengadilan Negeri atau Perwakilan RI dari tempat tinggalnya.
- Pengabulan atau penolakan
pewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan Menteri dan
berlaku pada tanggal keputusan Menteri Kehakiman.
Sedangkan dalam pasal 4 diatur tentang :
- orang asing yang lahir dan
bertempat tinggal di Indonesia yang ayah atau ibunya juga lahir dan tinggal di
Indonesia serta orang tersebut tidak mempunyai hubungan kekeluargaan dengan
ayahnya dapat mengajukan permohonan pewarganegaraan kepada Menteri Kehakiman.
- permohonan diajukan dalam 1 tahun
sejak orang tersebut berusia 18 tahun.
- pengabulan atau penolakan
pewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan Menteri dan
berlaku pada tanggal keputusan Menteri Kehakiman.
d. Karena naturalisasi
Naturalisasi dapat
diberikan dengan 2 cara, yaitu karena permohonan atau karena diberikan oleh
pemerintah. Dapat dilihat dalam pasal 5 dan 6.
Pasal 5 mengatur
tentang:
- pengaturan
tentang naturalisasi karena permohonan.
- syarat-syarat
mengajukan permohonan pewarganegaraan.
- pemohonan
diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan Negeri atau
Perwakilan RI dari tempat tinggalnya.
- pengabulan
atau penolakan pewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan
Menteri dan berlaku pada tanggal keputusan Menteri Kehakiman setelah
mengucapkan sumpah dan janji setia.
- bila
permohonan pewarganegaraan ditolak dapat mengajukan kembali.
Sedangkan dalam pasal 6 diatur tentang:
- pengaturan
tentang naturalisasi karena diberikan pemerintah.
- pewarganegaraan
diberikan dengan alasan untuk kepentingan negara atau telah berjasa kepada
negara oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
e. Karena perkawinan
Ada dua cara pewarganegaraan bagi seorang isteri
yang berstatus sebagai orang asing agar dapat menjadi warga negara mengikuti
suaminya, yaitu dengan cara aktif dan cara pasif. Memperoleh secara aktif
terlihat dari ketentuan dalam pasal 7 ayat (1). Ada hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pewarganegaraan dengan cara ini,
yaitu:
- adanya perkawinan yang sah.
- pada saat menikah isteri berstatus sebagai
orang asing dan suaminya berstatus warga negara Indonesia.
- dalam 1 tahun si isteri mengajukan pernyataan
keterangan memperoleh kewarganegaraan RI kepada Pengadilan Negeri atau
Perwakilan RI di luar negeri.
- si isteri mempunyai bukti bahwa dengan
memperoleh kewarganegaraan RI ia tidak mempunyai kewarganegaraan lain yaitu
surat keterangan dari perwakilan negara asalnya.
- dalam satu tahun sesudah menikah
suaminya tidak melepaskan kewarganegaraan RI. Hal ini berkaitan dengan
ketentuan bahwa dengan perkawinan tersebut si suami berhak untuk melepaskan
kewarganegaraan RI (apabila ketentuan dari negara isterinya membenarkan) untuk
menjadi warga negara asing mengikuti isteri.
Sedangkan mengenai cara memperoleh secara pasif
dapat dilihat dalam ketentuan pasal 7 ayat (2) dan pasal 9 ayat (1). Pasal
7 ayat (2) ditujukan kepada wanita asing yang kawin dengan pria warga negara
Indonesia, tetapi dalam 1 tahun sesudah perkawinannya tidak aktif
menyatakan keterangan memperoleh kewarganegaraan RI kepada Pengadilan
Negeri. Untuk itu diperlukan syarat-syarat :
- wanita
tersebut adalah orang asing.
- dalam
1 tahun sesudah kawin suaminya tidak menyatakan keterangan melepaskan
kewarganegaraan RI.
- wanita
tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan lain apabila memperoleh kewarganegaraan
Indonesia.
Sedangkan pasal 9 ayat (1) ditujukan kepada wanita
asing yang turut memperoleh kewarganegaraan RI karena suaminya memperoleh
kewarganegaraan RI. Dalam hal ini persyaratan yang harus dipenuhi
adalah:
- adanya
perkawinan yang sah antara pria asing dan wanita asing, sahnya perkawinan
berdasarkan hukum negara asalnya atau dilakukan dengan peraturan
perundang-undangan Indonesia.
- wanita
bersangkutan tidak mempunyai kewarganegaraan lain apabila memperoleh
kewarganegaraan RI dibuktikan dengan surat keterangan dari negara asalnya.
f. Karena kedudukan anak dalam hal kewarganegaraan.
Dalam pasal 13 ayat (1) dan (2) diatur bahwa
kewarganegaraan RI yang diperoleh oleh sang ayah (bagi anak yang sah) dan yang
diperoleh dari seorang itu (bagi anak luar kawin atau anak sah yang ayahnya
telah meninggal dunia sebelum ibunya memperoleh kewarganegaraan RI dengan jalan
naturalisasi) berlaku juga pada anak-anak yang pada saat kewarganegaraan itu
diperoleh belum berumur 18 tahun. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan hal ini adalah:
- anak
tersebut belum berumur 18 tahun
- bertempat
tinggal dan berada di Indonesia hingga berumur 18 tahun, hal ini hendaknya
dibuktikan dengan dokumen yang sah yang ia miliki.
- atau
boleh saja bertempat tinggal dan berada di luar Indonesia dengan ketentuan anak
tersebut akan atau menjadi stateless (tanpa kewarganegaraan) jika tidak
memperoleh kewarganegaraan RI mengikuti orang
tuanya.
g. Karena pernyataan
Mengenai hal ini dapat kita lihat
pada ketentuan pasal 7 ayat (1) yang mengatur tentang wanita asing yang menikah
dengan pria yang berstatus warga negara Indonesia dapat menjadi warga negara
apabila dalam satu tahun menyatakan keterangan untuk itu.
3. Mengatur tentang bagaimana cara
kehilangan kewarganegaraan RI.
Kehilangan
kewarganegaraan dapat terjadi secara aktif dan secara pasif. Berikut
akan dijelaskan:
a. Kehilangan kewarganegaraan
secara aktif
Adalah kehilangan kewarganegaraan karena pernyataan
dari orang yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam pasal :
- pasal 8 bagi seorang wanita warga
negara RI yang kawin dengan orang asing menyatakan keterangan melepaskan
kewarganegaraan RI dalam 1 tahun sesudah perkawinan itu dilangsungkan.
- pasal 12 bagi seorang
wanita yang menjadi warga negara RI karena mengikuti suami, tetapi setelah
putusnya perkawinan ia menyatakan melepaskan kembali kewarganegaraan RI dalam
satu tahun setelah putusnya perkawinan.
- pasal 14 bagi seorang anak
yang menjadi warga negara RI mengikuti orang tuanya, tetapi setelah berumur 21
tahun ia menyatakan keterangan melepaskan kembali kewarganegaraan RI,
pernyataan melepaskan kembali berlaku apabila ia tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan.
b. kehilangan kewarganegaraan
secara pasif.
Adalah kehilangan
kewarganegaraan tanpa harus menyatakan seseorang akan kehilangan
kewarganegaraan RI apabila ada peristiwa atau terjadinya peristiwa atau
perbuatan hukum tertentu. Diatur dalam ketentuan :
- pasal 9 ayat (2) bagi
wanita dalam status perkawinan yang suaminya kehilangan kewarganegaraan RI.
- pasal 18 bagi anak-anak
yang belum berumur 18 tahun pada saat orang tuanya kehilangan kewarganegaraan
RI.
- hal-hal yang diatur dalam
ketentuan pasal 17.
4. Mengatur bagaimana cara
memperoleh kembali kewarganegaraan RI.
Mengenai hal ini diatur
dalam pasal-pasal sebagai berikut:
a. pasal 11 yang menetapkan bahwa seorang yang
kehilangan kewarganegaraan RI karena perkawinan dapat memperoleh kembali
kewarganegaraan RI apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- mempunyai bukti atau indikasi
pernah menjadi warga negara RI
- perkawinannya telah terputus baik
karena perceraian atau karena kematian suami.
- menyatakan keterangan memperoleh
kewarganegaraan RI di luar negeri dalam satu tahun sesudah terputusnya
perkawinan.
- mempunyai bukti bahwa wanita
tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan lain apabila memperoleh kembali
kewarganegaraan RI.
b. pasal 16 yang menetapkan bahwa
seorang anak yang kehilangan kewarganegaraan RI sebelum 18 tahun karena turut
orang tuanya dapat memperoleh kembali kewarganegaraan RI apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
- mempunyai bukti atau indikasi pernah
menjadi warga negara RI.
- menyatakan keterangan kepada
Pengadilan Negeri dalam satu tahun sesudah berumur 18 tahun.
- mempunyai bukti bahwa dengan memperoleh
kembali kewarganegaraan RI tidak mempunyai kewarganegaraan lain.
c. pasal III Peraturan Peralihan bagi seorang wanita
warga negara RI yang kawin dengan orang asing sebelum 27-12-1949 (yang
kehilangan kewarganegaraan RI karena pasal 10 (PPPWN) dapat memperoleh kembali
kewarganegaraan RI apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
- mempunyai bukti atau indikasi
pernah menjadi warga negara RI.
- perkawinannya telah terputus
karena perceraian atau kematian suami.
- menyatakan keterangan memperoleh
kembali kewarganegaraan RI kepada Pengadilan Negeri dalam satu tahun setelah
perkawinannya terputus.
- mempunyai bukti bahwa dengan
memperoleh kembali kewarganegaraan RI tidak mempunyai kewarganegaraan lain.
d. Pasal V Peraturan Peralihan bagi orang-orang yang
telah ditolah/turut dalam penolakan kebangsaan Indonesia pada masa opsi atau
repudiasi antara 27-12-1949 sampai dengan 27-12-1951. Tetapi pasal
ini untuk masa sekarang tidak dapat digunakan lagi karena waktu yang
telah habis, yaitu dalam waktu 1 tahun sesudah berlakunya UU no. 62 Tahun 1958.
e. Pasal 18 jo pasal 1 UU no. 3 Tahun 1976 yang
menetapkan bahwa orang-orang yang pernah menjadi warga negara RI tetapi
kehilangan kewarganegaraan RI berdasarkan pasal 17 huruf k UU no. 62 Tahun 1958
(tidak pernah melaporkan ke perwakilan RI selama berada di luar negeri) dapat
menjadi warga negara apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- mempunyai bukti atau indikasi
pernah menjadi warga negara RI.
- mempunyai bukti kehilangan
kewarganegaraan RI berdasarkan pasal 17 huruf k UU no. 62 Tahun 1958.
- berada di Indonesia berdasarkan
KIM (sekarang berubah menjadi KITAB)
- menyatakan keterangan kepada
Pengadilan Negeri dalam satu tahun sesudah berada di Indonesia.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Dalam konteks Indonesia, hak warga negara terhadap
negara telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan
lainnya yang merupakan derivasi dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD
1945. Diantaranya hak asasi manusia yang rumusan lengkapnya tertuang dalam
pasal 28 UUD gubahan kedua.
Sedangkan contoh kewajiban yang melekat bagi setiap warganegara antara lain kewajiban membayar pajak sebagai kontrak utama antara negara dengan warga, membela tanah air (pasal 27), membela pertahanan dan keamanan negara (pasal 29), menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi pembatasan yang tertuang dalam peraturan (pasal 28 J),dan sebagainya.
Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warganegara adalah terlibatnya warga secara langsung ataupun perwakilan dalam saetiap perumusan dan kewajiban tersebut sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri.
Sedangkan contoh kewajiban yang melekat bagi setiap warganegara antara lain kewajiban membayar pajak sebagai kontrak utama antara negara dengan warga, membela tanah air (pasal 27), membela pertahanan dan keamanan negara (pasal 29), menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi pembatasan yang tertuang dalam peraturan (pasal 28 J),dan sebagainya.
Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warganegara adalah terlibatnya warga secara langsung ataupun perwakilan dalam saetiap perumusan dan kewajiban tersebut sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri.
- http://www.gudangmateri.com/2011/04/konsep-dan-asas-kewarganegaraan.html
- http://ibs81.blogspot.com/2011/03/masalah-kewarganegaraan-suatu-kajian_10.html
- http://ras-eko.blogspot.com/2011/05/pengertian-kewarganegaraan-menurut-para.html