KONSEP DASAR PENGELOLAAN BANK
UMUM
Tujuan jangka panjang suatu bank
umum adalah mencari laba. Namun demikian, suatu bank tidaklah seharusnya hanya
memperhatikan tujuan jangka panjang ini, tetapi juga kegiatannya dalam jangka
pendek (kegiatan sehari-hari). Dalam jangka pendek, harus selalu dijaga agar
tidak terjadi “kehabisan dana” artinya, setiap saat para nasabah hendak
mengambil depositonya, bank dapat memenuhi kewajibannya meskipun bank ada
kemungkinan menderita kerugian pada saat itu. Usaha untuk mengatasi masalah
likuiditas ini, bank perlu membedakan adanya dua kelompok pos-pos (rekening)
dalam neracanya. Satu kelompok rekening yang memang bank tidak (kurang) bisa
menguasai dan kelompok lain adalah rekenig-rekening yang bisa dikuasainya.
Contoh rekening yang tidak bisa
dikuasai seperti misalnya, deposito para nasabah serta pinjaman yang diberikan
kepada nasabah. Bank biasanya mau menerima deposito yang ditawarkan oleh
nasabah dan pula harus bisa membayarkan kepada nasabah manakala nasabah mengambilnya.
Dalam hal ini bank tidak dapat mengontrol berapa besarnya deposito yang
ditawarkan serta nasabah yang akan mendopositokan uangnya. Demikian juga siapa,
serta dalam jumlah berapa deposito ini diambil sangatlah sulit dikontrol. Yang
bisa dilakukan oleh bank hanyalah mengadakan peramalan berdasarkan pengalaman
yang lalu.
Pinjaman yang diberikan juga sukar
untuk dikontrol, seperti besarnya pinjaman serta jumlah peminjam yang sering
bervariasi di luar kekuasaan bank. Semuanya tergantung pada para calon nasabah,
bank hanya bisa mempengaruhi secara tidak langsung.
Di samping dua jenis rekening yang
uncontrollable ini masih ada yang lain, seperti : sejumlah cek yang akan
diuangkan, besarnya cadangan minimum serta perubahan (dalam jangka pendek) dari
modal bank.
Kelompok kedua dari rekening dalam
neraca bank adalah rekening-rekening yang dalam hal-hal tertentu bak dapat
menguasainya. Termasuk di dalamnya : sertifikat deposito serta surat berharga
jangka pendek. Sertifikat deposito dapat dikeluarkan oleh bank sesuai dengan
yang diinginkan, seperti halnya berapa besarnya surat berharga yang dipegang
bank dapat menentukan sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu kedua
jenis rekening ini termasuk ke dalam “controllable items”. Kegiatan pengelolaan
bank dalam jangka pendek dapat dipahami dengan menggunakan pengelompokkan
rekening ini. Setiap hari terjadi aliran dana yang sukar terkontrol, seperti :
tambahan/kenaikan deposito, pembayaran kembali kredit yang diberikan, investasi
dalam surat berharga yang jatuh tempo. Itu semua merupakan sumber dana bank. Di
samping aliran dana masuk in, terjadi pula aliran dana ke luar (yang juga sukar
dikontrol) seperti : pengambilan deposito oleh nasabah serta pemberian kredit
baru. Pengelolaan bank (dalam jangka pendek) terdiri dari pengaturan
pos-pos/rekening yang bisa dikontrol guna mengkompensasi adanya perbedaan
antara aliran dana masuk dan aliran dana ke luar dari pos-pos yang tidak bisa
dikontrol. Contohnya apabila suatu ketika bank mengalami kelebihan aliran dana
ke luar (dibanding dengan aliran dana masuk) maka tindakan kompensasi yang
dapat diambil misalnya berupa penjualan surat berharga atau mengeluarkan
sertifikat deposito. Pemilihan dari alternatif tindakan inilah yang merupakan
masalah pokok dalam pengelolaan bank dalam jangka pendek. Setiap bank akan
berbeda tindakan yang dapat diambil tergantung dari keadaan yang dihadapi.
Namun, ada prinsip-prinsip tertentu yang dapat dipakai sebagai petunjuk di
dalam mengambil keputusan memilih alternatif tindakan tersebut.
PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN BANK
UMUM DALAM JANGKA PENDEK
Dua hal
yang perlu diperhatikan dalam mengelola bank dalam jangka pendek, yakni
penentuan :
1. Tujuan
Jangka Pendek
Waktu
yang relevan bagi bank dalam jangka pendek adalah mingguan atau paling lama
bulanan. Dalam jangka waktu itu tujuan yang utama meliputi:
a. Memenuhi
cadangan minimum.
b. Pelayanan
yang baik kepada langganan.
c. Strategi
dalam melakukan investasi.
Suatu bank yang terlalu banyak
cadangan di atas cadangan minimum akan hilang kesempatan memperoleh bunga
(seandainya kelebihan cadangan tersebut diinvestasikan). Sebaliknya, apabila
kekurangan, kemungkinan akan mengalami kesulitan likuiditas atau bahkan akan
mendapatkan denda dari bank sentral.
Dalam hal pelayanan kepada nasabah,
bank harus dapat membayar pada nasabah yang mengambil depositonya dan juga
menyediakan kredit manakala nasabah tersebut layak untuk diberi kredit.
Strategi investasi meliputi penentuan jenis serta jumlah berbagai surat
berharga yang akan dibelinya. Komposisi portfolio itu biasanya berubah dalam
jangka yang relatif lama, hanya secara periodik sering terjadi perubahan
kecil-kecilan.
2. Cara
Mencapai Tujuan
Cara yang ditempuh untuk mencapai
tujuan di atas mungkin berbeda untuk setiap bank, tergantung beberapa faktor di
antara nya :
a. Falsafah
dalam Pengelolaan Bank
Yang dimaksud dengan falsafah di
sini adalah petunjuk baik secara eksplisit maupun implisit yang ditentukan oleh
pimpinan sebagai panduan dan atau batasan bagi bawahan untuk bertindak,
misalnya sampai seberapa jauh bank tersebut mencari langganan serta mau
menanggung risiko. Beberapa pola atau gaya pengelolaan yang dapat dipakai, ini
meliputi dua yang ekstrim (meskipun banyak bank memakai pola atau gaya di
antara yang ekstrim ini), yakni :
Pola atau Gaya Konservatif
Pola pengelolaan ini tidak (kurang)
menyukai resiko, meskipun kadangkala harus diimbangi dengan tingkat pendapatan
yang lebih rendah. Tipe bank demikian ini biasanya lebih menitikberatkan pada
cadangan sekunder sebagai variabel yang dikontrol. Disebut pola konservatif
karena bank dalam mencapai tujuan jangka pendek tersebut lebih menitikberatkan
pada penggunaan danaintern sehingga tidak perlu mengandalkan pada pinjaman dari
luar yang kadangkala sukar dikontrol oleh bank.
Pola atau Gaya Agresif
Tipe bank ini lebih menekankan pada
orientasi keuntungan (profitoriented) meskipun harus menanggung resiko yang
relatif lebih basar. Bank akan selalu berusaha mencari dana dari luar, asal
biaya totalnya masih lebih rendah dari pendapatan yang diperoleh dari
investasinya. Karena dana berasal dari luar, maka resikonya lebih besar sebab
dana ini di luar kontrol bank.
b. Minimum
Biaya
Suatu bank yang menghendaki dana
tambahan dapat memperolehnya melalui beberapa cara, antara lain dengan meminjam
dana antarbank, mengeluarkan sertifikat deposito atau menjual surat berharga
jangka pendek. Secara umum, pemilihan cara (kombinasi beberapa cara) yang akan
diambil tentu berdasarkan pada prinsip biaya terendah (prinsip least cost).
Artinya, bank akan selalu berusaha mencari biaya minimum dalam memilih
kombinasi portfolionya dengan mengingat batasan-batasan tertentu (misalnya
falsafah manajemen tertentu). Yang perlu dilakukan adalah memperkirakan tentang
tingginya tingkat bunga di masa mendatang serta lamanya jangka waktu dana itu
dibutuhkan. Kedua hal tersebut perlu diperkirakan karena unsur ketidakpastian
di masa datang.
c. Faktor-faktor
lain
Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi pengelolaan bank diantaranya kebutuhan nasabah, likuiditas bank,
dan perubahan pasar.
Setiap saat bank harus selalu dapat
memenuhi kebutuhan nasabah. Suatu bank di kota besar di mana nasabah bank
kebanyakan perusahaan mungkin harus melakukan jual beli dana pada pasar dana
antarbank untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya. Karena unsur ketidakpastian,
bank biasanya menyediakan likuiditas yang berupa sertifikat dana, dana
antarbank atau kekayaan yang tidak dipergunakan (unused secondary assets) untuk
menghadapi timbulnya kejadian-kejadian yang tidak terduga. Dana-dana cadangan
inilah yang sering disebut dengan likuiditas bank.
MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK
Pengelolaan likuiditas suatu bank
mencakup penentuan berapa besar alat-alat likuid yang harus disediakan guna
menghadapi penagihan daripada nasabah uang sewaktu-waktu menagihnya. Masalahnya
adalah bank selalu menghadapi dilema antara menghadapi dilema antara
likuiditas/dan keamanan di satu pihak, dan pendapatan/dan keuntungan di lain
pihak. Alasannya, makin tinggi likuiditasnya, makin rendah/kecil kemungkinan
untuk memperoleh pendapatan/keuntungan. Oleh karena itu perlulah dicari jalan
pemecahannya, supaya keuntungan bisa semaksimal tanpa mengorbankan likuiditas.
Dalam hal ini ada dua pendekatan untuk menanganinya, yakni yang disebut
pengelola kekayaan (assets management) dan pengelolaan utang (liability
management).
A. Pengelolaan
Kekayaan
Pengelolaan kekayaan merupakan usaha
untuk melakukan alokasi dana untuk berbagai alternatif investasi, seperti
misalnya untuk kas, investasi dalam surat berharga, pemberian pinjaman atau
bentuk kekayaan yang lain. Pada prinsipnya usaha ini berupa alokasi dana yang
ada untuk memenuhi kebutuhan akan uang kas dan investasi yang mendatangkan
keuntungan/bunga. Masalahnya, adalah adanya konflik antara likuiditas dengan
profitabilitas. Apabila bank ingin mengejar keuntungan/pendapatan yang tinggi
tentu penggunaan dana sebagian besar untuk investasi atau dipinjamkan. Tetapi
usaha ini akan membahayakan posisi likuiditasnya. Sebaliknya, apabila dana
banyak menumpuksebagai uang kas, dari segi likuiditas adalah aman, tetapi
profitabilitasnya kecil. Oleh karena itu perlu dicari kombinasi yang optimal.
Usaha mencapai sasaran optimal inilah yang menjadi titiksentral pengelolaan
kekayaan. Ada tiga pendekatan untuk memecahkan masalah ini, yakni yang disebut:
pertama, the pool-of-finds, kedua, the asset-allocation, dan ketiga, the
management science.
1. Pendekatan
“The Pool-of-Funds”
Dana yang tersedia dapat berasal
dari giro, deposito, tabungan atau modal. Ide dasar pendekatan ini adalah
bahwa dana yang tersedia tersebut dikumpulkan jadi satu dalam satu pool.
Kemudian dialokasikan sesuai dengan kriteria/syarat-syarat tertentu ke dalam
masing-masing bentuk kekayaan. Sumber/asal dana tersebut dipandang tidak
penting sepanjang investasi yang dilakukan akan mendorong tercapainya tujuan
bank. Pimpinan bank terlebih dahulu harus menentukan syarat (requirements)
untuk tujuan likuiditas dan profitabilitasnya. Dana kemudian dialokasikan
sesuai dengan kriteria atau requirements tersebut. Alokasi didasarkan atas
prioritas sesuai dengan proporsi dari masing-masing jenis kekayaan.
2. Pendekatan
“The Asset-Allocation”
Dalam sistem pool-of-funds di atas
sangat menitik beratkan pada likuiditas dan tidak membedakan perbedaan tingkat
likuiditas yang diperlukan untuk masing-masing sumber dana. Tingkat likuiditas
yang diperlukan akan berbeda antara giro (demand deposito), deposito berjangka,
tabungan serta modal. Pendekatan the assets-allocation berusaha mengatasi
kelemahan di atas dengan cara memperhatikan bahwa jumlah likuiditas yang
diperlukanoleh bank erat hubungannya dengan jenis sumber dana/likuiditas
tersebut. Giro/demand deposito biasanya cadangan minimumnya serta tingkat
perputarannya paling besar (bila dibandingkan dengan tabungan atau deposito
berjangka). Oleh karena itu dana yang berasal dari giro ini sebagian besar
harus dialokasikan untuk cadangan/kas dan hanya sebagian kecil untuk investasi.
Model ini biasanya disertai dengan
pembentukan sentra likuiditas-profitabilitas dalam suatu bank. Artinya, suatu
sentra/pusat yang mengalokasikan dana yang diperoleh dari berbagai sumber. Tiap
sentra independen terhadap sentra yang lain sehingga sering merupakan bank
didalam bank. Dengan demikian ada sentra giro, sentra tabungan, sentra deposito
berjangka serta sentra modal. Pimpinan kemudian merumuskan kebijaksanaan yang
berkaitan dengan alokasi dana dari setiap sentra tersebut. Sentra giro akan
mengalokasikan dana yang diperolehnya sebagian besar untuk cadangan, misalnya
satu atau dua persen di atas yang ditentukan oleh bank sentral dan sisanya dialokasikan
untuk investasi (pinjaman atau membeli surat berharga).
B. Pengelolaan
Utang
Berbeda dengan pengelolaan kekayaan
teori ini tidak memandang bahwa sumber dana/utang bank tidak dapat
dikuasai/dipengaruhi. Justru sebaliknya menurut pandangan teori ini, atas dasar
target pertumbuhan kekayaan tertentu diusahakan sumber dana yang sesuai dengan
target tersebut. Jadi, sumber dana mudah/dapat diperoleh/dicari. Dengan
demikian bank tidak perlu mempunyai kekayaan jangka pendek yang keuntungannya
juga kecil. Sebaiknya dialihkan ke dalam bentuk kekayaan yang mendatangkan
keuntungan lebih besar (yang biasanya jangka waktunya juga lebih panjang).
Teori pengelolaan utang ini baru muncul sekitar tahun 1960-an di Amerika
Serikat, yakni dengan timbulnya sertifikat deposito yang dikeluarkan oleh
bank-bank umum untuk memperoleh sumber dananya. Di samping ini adanya euro
dollar menambah kemudahan bagi bank untuk mendapatkan tambahan dana. Euro
dollar adalah deposito yang dinyatakan dalam dolar Amerika Serikat pada bank-bank
di luar Amerika Serikat. Kata euro sering membingungkan sebab deposito yang
dinyatakan dengan dolar tidak harus/mesti ada pada bank-bank di Eropa. Euro
dollar ini dapat timbul apabila seorang penduduk Amerika Serikat atau orang
asing di Amerika Serikat memindahkan depositonya dari bank Amerika Serikat ke
bank di negara lain dan masih dinyatakan dengan dolar Amerika Serikat. Sehingga
dengan demikian euro dollar dapat merupakan sumber dana bagi suatu bank.
Demikian juga adanya apa yang disebut dengan “federal funds” di Amerika Serikat
mempermudah suatu bank untuk memperoleh sumber dana. Federal funds adalah
kelebihan cadangan di atas minimum dari suatu bank yang kemudian dapat
dipinjamkan kepada bank lain yang cadangannya lebih rendah dari minimum yang ditentukan
oleh Federal Reserves Bank (Bank Sentral Amerika Serikat). Transaksi dana ini
hanya di dalam jangka pendek saja (biasanya satu hari). Oleh karena itu dengan
adanya euro dollar dan federal funds tersebut suatu bank umum tidak akan banyak
menjumpai masalah dalam mencari sumber dana.
Seperti dijelaskan di atas, banyak
faktor yang harus dipertimbangkan di dalam pengaturan likuiditas bank. Tidak
ada satu patokan yang dapat berlaku secara umum. Penggunaan komputer dan teknik
programasi linier (linear programming) dapat membantu penyelesaian masalah
likuiditas. Programasi linier merupakan prosedur matematika yang digunakan
apabila kita ingin memaksimumkan sesuatu dengan kendala (constraint) tertentu.
Dalam kasus bank, yang ingin dimaksimumkan adalah keuntungan dengan kendala
likuiditas dan peraturan-peraturan (peraturan pemerintah misalnya) tertentu.
Masalah ini dapat diselesaikan dengan teknik programasi linier dengan cara
mengubah tujuan maksimum keuntungan dan kendala tersebut di atas dalam bentuk
persamaan matematika. Dengan bantuan komputer sistem persamaan ini dapat
diselesaikan. Hasilnya berupa angka-angka yang dapat memberi gambaran berapa
banyaknya dana yang harus dialokasikan untuk pinjaman dan pembelian surat-surat
berharga. Dengan demikian pimpinan bank mempunyai petunjuk angka-angka dalam
mengalokasikan dana bank. Namun demikian teknik programasi linier ini bukanlah
merupakan pengganti untuk pengelolaan likuiditas, tetapi hanyalah alat pembantu
untuk ikut memecahkannya.
Nopirin Ph.D., Ekonomi Moneter : Buku 1 , BPFE Yogyakarta